Selama ini, silabus pelajaran disusun oleh orang dewasa—pendidik, pengambil kebijakan, dan ahli kurikulum—dengan asumsi bahwa mereka tahu apa yang terbaik untuk anak-anak. Mata pelajaran, durasi belajar, hingga cara penilaian, semua dirancang berdasarkan standar tertentu yang dianggap ideal secara umum. slot qris gacor Anak-anak hanya menjadi penerima sistem, bukan perancangnya.
Namun, bagaimana jika peran itu dibalik? Bagaimana jika anak-anak diberi ruang untuk ikut menentukan apa yang ingin mereka pelajari, bagaimana mereka belajar, dan apa yang mereka anggap penting? Pertanyaan ini bukan sekadar eksperimen liar, tetapi sebuah ide yang sedang diuji coba di beberapa sekolah progresif di berbagai belahan dunia.
Ketika Minat Jadi Kompas Belajar
Memberikan anak kesempatan menyusun silabus sendiri berarti mengalihkan fokus dari kurikulum berbasis standar ke pembelajaran berbasis minat. Anak yang menyukai luar angkasa bisa memilih lebih banyak topik tentang planet, teknologi antariksa, atau sains fiksi. Anak yang tertarik pada seni bisa membangun proyek belajar yang menggabungkan menggambar, musik, atau pertunjukan teater.
Hasilnya adalah proses belajar yang lebih hidup dan penuh makna. Anak belajar bukan karena disuruh, tetapi karena terdorong rasa ingin tahu. Motivasi intrinsik ini membuat proses belajar menjadi lebih mendalam, bukan sekadar hafalan untuk ujian. Mereka juga belajar keterampilan manajemen diri, seperti mengatur waktu, menentukan prioritas, dan mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri.
Tantangan: Apakah Anak Sudah Siap?
Meski terdengar membebaskan, sistem ini tentu tidak tanpa tantangan. Salah satu pertanyaan utama adalah: apakah anak sudah cukup matang untuk menyusun silabusnya sendiri? Beberapa mungkin akan memilih topik yang terlalu sempit atau terlalu mudah. Beberapa lainnya bisa saja terjebak dalam minat yang tidak berkembang, atau bahkan merasa bingung karena terlalu banyak pilihan.
Karena itu, peran pendidik tidak sepenuhnya dihilangkan, melainkan berubah. Guru menjadi fasilitator yang membantu anak menggali minat, mengarahkan pertanyaan kritis, dan menjaga keseimbangan antara eksplorasi dan struktur. Ini menuntut guru yang fleksibel, reflektif, dan memiliki pendekatan pedagogis yang humanistik.
Menjembatani Antara Minat Anak dan Kompetensi Dasar
Kurikulum tetap perlu mengakomodasi kompetensi dasar seperti membaca, menulis, berhitung, dan berpikir kritis. Tantangannya adalah bagaimana kompetensi-kompetensi ini bisa dimasukkan ke dalam proyek belajar yang dipilih anak sendiri. Misalnya, anak yang ingin belajar tentang dinosaurus bisa mengembangkan keterampilan menulis dengan membuat ensiklopedia kecil, atau belajar matematika dengan menghitung ukuran tubuh dan masa hidup dinosaurus.
Dengan pendekatan ini, pembelajaran menjadi kontekstual dan relevan, bukan terpisah dari dunia nyata anak. Pelajaran tidak lagi datang dari atas ke bawah, melainkan lahir dari kebutuhan dan rasa ingin tahu yang nyata.
Potensi Sistem Pendidikan yang Lebih Setara
Ketika anak-anak dilibatkan dalam menyusun silabus, terjadi pergeseran paradigma yang penting: dari sistem pendidikan yang menempatkan anak sebagai objek, menjadi sistem yang memperlakukan anak sebagai subjek. Ini membuka jalan bagi model pendidikan yang lebih partisipatif, setara, dan demokratis. Anak-anak bukan hanya belajar tentang dunia, tapi juga belajar memengaruhi dunia melalui pilihan-pilihan mereka.
Eksperimen ini mungkin belum sempurna dan tidak cocok untuk semua konteks. Tapi ia membuka ruang diskusi penting tentang siapa sebenarnya yang punya hak atas proses belajar seorang anak.
Kesimpulan: Antara Kemandirian dan Tantangan Baru
Membayangkan anak-anak menyusun silabus sendiri bukanlah bentuk pengabaian tanggung jawab pendidik, tetapi justru bentuk penghargaan terhadap kemampuan alami anak untuk belajar dan tumbuh. Proses ini memang menuntut pendampingan dan kerangka kerja yang adaptif, tapi hasilnya adalah anak-anak yang belajar dengan motivasi, rasa ingin tahu, dan rasa kepemilikan atas pengetahuannya sendiri. Sebuah kemungkinan yang layak dipertimbangkan dalam mendesain pendidikan masa depan.